Kebangkrutan dapat diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya untuk menghasilkan laba. Dari segi ekonomi, perusahaan dianggap gagal apabila mempunyai return yang negatif atau dengan kata lain tidak ada keseimbangan antara pendapatan dan biaya. Identifikasi kebangkrutan juga diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi di mana perusahaan gagal atau tidak mampu membayar hutang pada waktu jatuh tempo meskipun aktiva total melebihi kewajiban.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebangkrutan perusahaan berdasarkan model Altman (Z-Score) dan model Zavgren (Logit), serta untuk mengetahui perbedaan kebangkrutan perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007 antara model Altman (Z-Score) dengan model Zavgren (Logit).
Populasi dalam penelitian ini adalah 9 perusahaan tekstil yang go-public di Bursa Efek Indonesia. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu perusahaan tekstil tersebut secara kontinyu terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 sampai dengan 2007 dan setiap tahun telah mengeluarkan atau menerbitkan laporan keuangan secara kontinyu selama periode 2005 sampai dengan 2007. Terdapat 7 perusahaan yang masuk dalam kriteria sampel tersebut.
Penelitian ini untuk membedakan analisis Z-Score dan Zavgren dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan sekian kali keuangan perusahaan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dari hasil Z-Score kemudian perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan sehat, rawan bangkrut dan bangkrut. Rasio yang digunakan terdiri dari rasio modal kerja / total aktiva (x1), laba ditahan / total aktiva (x2), EBIT (Earning Before Interest&Tax) / total aktiva (x3), nilai pasar modal saham / nilai buku hutang (x4), dan Penjualan / total aktiva (x5). Sedangkan Zavgren merupakan model prediksi kebangkrutan dengan analisis logit yang menghasilkan probabilitas kemungkinan kebangkrutan. Model ini tidak mempunyai titik cut off seperti pada model Altman, oleh karena itu ditentukan rentang interval sebagai pembatas dalam menentukan suatu kelompok angka lainnya yang dikategorikan perusahaan dalam keadaan sehat, rawan dan bangkrut. Rasio yang digunakan terdiri dari rasio INV (persediaan / penjualan), REC (piutang / persediaan), CASH (kas / total aktiva), QUICK (aktiva lancar / hutang lancar), ROI (laba operasi bersih / (total aktiva - hutang lancar)), DEBT (hutang jangka panjang / (total aktiva - hutang lancar)), TURN (penjualan / (modal kerja+aktiva tetap)). Analisis kebangkruan bermanfaat bagi pemilik perusahaan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Selain itu bermanfaat juga untuk calon investor agar berhati-hati dalam melakukan pengamatan sebelum menginvestasikan modalnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan sebagian perusahaan sampel diprediksi ke dalam kategori bangkrut untuk model Altman (Z-Score) serta sehat dan bangkrut untuk model Zavgren (Logit). Dapat dilihat dalam model Altman (Z-Score) terdapat empat perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut, perusahaan yang rawan ada tiga, sedangkan untuk kategori perusahaan yang sehat tidak ada. Menurut model Zavgren (Logit) terdapat tiga perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut, perusahaan yang rawan ada satu, sedangkan untuk kategori perusahaan sehat ada tiga. Dari hasil pengujian statistik independent sample t-test (uji dua fihak rata-rata) dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara metode Z-Score dengan Zavgren. Selain itu juga dapat dilihat dari banyaknya persamaan kedua model analisis tersebut yang memasukkan perhitungan rasio yang sama. Penilaian rasio perputaran modal kerja, laba perusahaan, total hutang dan penjualan disajikan dalam kedua model tersebut. Rasio-rasio tersebut cukup berpengaruh dalam memprediksi kesulitan keuangan perusahaan.
Dari hasil penelitian tersebut, penulis dapat menyarankan bagi perusahaan, bahwa perusahaan dapat segera meningkatkan kinerja perusahaannya untuk menghindari terjadinya kebangkrutan. Selain itu perusahaan sebaiknya juga lebih memperhatikan tingkat hutang dalam perusahaan, karena tingkat hutang merupakan rasio yang memiliki pengaruh yang besar terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Manajer perlu menentukan tindakan yang tepat atas prediksi kebangkrutan perusahaan yang telah dianalisis, bagaimana keputusan yang secepatnya di ambil untuk memperbaiki kinerja keuangan yang mengalami rawan bangkrut atau bahkan bangkrut. Di antaranya seperti perpanjangan pinjaman, diversifikasi usaha, penjualan saham, penarikan piutang yang macet, mengurangi hutang dan persediaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebangkrutan perusahaan berdasarkan model Altman (Z-Score) dan model Zavgren (Logit), serta untuk mengetahui perbedaan kebangkrutan perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007 antara model Altman (Z-Score) dengan model Zavgren (Logit).
Populasi dalam penelitian ini adalah 9 perusahaan tekstil yang go-public di Bursa Efek Indonesia. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu perusahaan tekstil tersebut secara kontinyu terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005 sampai dengan 2007 dan setiap tahun telah mengeluarkan atau menerbitkan laporan keuangan secara kontinyu selama periode 2005 sampai dengan 2007. Terdapat 7 perusahaan yang masuk dalam kriteria sampel tersebut.
Penelitian ini untuk membedakan analisis Z-Score dan Zavgren dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan sekian kali keuangan perusahaan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dari hasil Z-Score kemudian perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan sehat, rawan bangkrut dan bangkrut. Rasio yang digunakan terdiri dari rasio modal kerja / total aktiva (x1), laba ditahan / total aktiva (x2), EBIT (Earning Before Interest&Tax) / total aktiva (x3), nilai pasar modal saham / nilai buku hutang (x4), dan Penjualan / total aktiva (x5). Sedangkan Zavgren merupakan model prediksi kebangkrutan dengan analisis logit yang menghasilkan probabilitas kemungkinan kebangkrutan. Model ini tidak mempunyai titik cut off seperti pada model Altman, oleh karena itu ditentukan rentang interval sebagai pembatas dalam menentukan suatu kelompok angka lainnya yang dikategorikan perusahaan dalam keadaan sehat, rawan dan bangkrut. Rasio yang digunakan terdiri dari rasio INV (persediaan / penjualan), REC (piutang / persediaan), CASH (kas / total aktiva), QUICK (aktiva lancar / hutang lancar), ROI (laba operasi bersih / (total aktiva - hutang lancar)), DEBT (hutang jangka panjang / (total aktiva - hutang lancar)), TURN (penjualan / (modal kerja+aktiva tetap)). Analisis kebangkruan bermanfaat bagi pemilik perusahaan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Selain itu bermanfaat juga untuk calon investor agar berhati-hati dalam melakukan pengamatan sebelum menginvestasikan modalnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama tahun pengamatan sebagian perusahaan sampel diprediksi ke dalam kategori bangkrut untuk model Altman (Z-Score) serta sehat dan bangkrut untuk model Zavgren (Logit). Dapat dilihat dalam model Altman (Z-Score) terdapat empat perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut, perusahaan yang rawan ada tiga, sedangkan untuk kategori perusahaan yang sehat tidak ada. Menurut model Zavgren (Logit) terdapat tiga perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut, perusahaan yang rawan ada satu, sedangkan untuk kategori perusahaan sehat ada tiga. Dari hasil pengujian statistik independent sample t-test (uji dua fihak rata-rata) dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara metode Z-Score dengan Zavgren. Selain itu juga dapat dilihat dari banyaknya persamaan kedua model analisis tersebut yang memasukkan perhitungan rasio yang sama. Penilaian rasio perputaran modal kerja, laba perusahaan, total hutang dan penjualan disajikan dalam kedua model tersebut. Rasio-rasio tersebut cukup berpengaruh dalam memprediksi kesulitan keuangan perusahaan.
Dari hasil penelitian tersebut, penulis dapat menyarankan bagi perusahaan, bahwa perusahaan dapat segera meningkatkan kinerja perusahaannya untuk menghindari terjadinya kebangkrutan. Selain itu perusahaan sebaiknya juga lebih memperhatikan tingkat hutang dalam perusahaan, karena tingkat hutang merupakan rasio yang memiliki pengaruh yang besar terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Manajer perlu menentukan tindakan yang tepat atas prediksi kebangkrutan perusahaan yang telah dianalisis, bagaimana keputusan yang secepatnya di ambil untuk memperbaiki kinerja keuangan yang mengalami rawan bangkrut atau bahkan bangkrut. Di antaranya seperti perpanjangan pinjaman, diversifikasi usaha, penjualan saham, penarikan piutang yang macet, mengurangi hutang dan persediaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar