Cuaca Jakarta dan sekitarnya sangat menyengat beberapa hari terakhir ini. Bahkan angin pun seakan enggan berhembus. Betulkah penyebabnya karena kenaikan temperatur panas bumi menyusul foto letupan sunspot matahari yang dilansir NASA baru-baru ini?
Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrim BMKG Kukuh Ribudiyanto menepisnya. Dia mengatakan sebetulnya tidak ada hal yang ekstrim dalam beberapa hari belakangan ini. Cuaca panas yang menyengat kulit lebih disebabkan masa transisi menuju musim kemarau.
"Sebenarnya normal-normal saja. Biasanya kan ada awan kemudian turun hujan, sekarang mulai jarang sehingga radiasi matahari terasa di kulit kita," kata Kukuh saat dihubungi VIVAnews, Selasa kemarin.
Data yang dihimpun BMKG, cuaca terpanas terjadi Senin 26 April 2010 di wilayah Cengkareng. Itu pun hanya 35,4 derajat celcius, tidak sampai menyentuh 37-38 derajat. "Itu yang paling tinggi. Jadi intinya normal saja, hanya terkait mau masuk ke musim kemarau sehingga awan-awan sudah jarang," kata dia.
Sebab jika dilihat dari posisi matahari, sebetulnya matahari ada di wilayah utara Khatulistiwa, tepatnya di lintang 23,5. Posisi ini tepat di atas Thailand.
Diakui Kukuh, memang ada saat-saat tertentu posisi bumi sangat dekat dengan matahari. "Kalau di Jawa akan terjadi nanti bulan Oktober, ini sifatnya tahunan. Yang terjadi sekarang ini karena tidak ada awan, banyak radiasi dan terjadi penguapan. Udara menjadi lembab sehingga terasa lebih panas walaupun data termometer menunjukkan cuma 33 derajat," katanya.
Kukuh mengatakan, saat ini cuaca di Jakarta berkisar 23-34 derajat celcius. Jauh lebih rendah dari kondisi beberapa waktu lalu yang sempat menyentuh 37 derajat celcius. "Tapi waktu itu banyak angin, jadi tidak terlalu terasa panas. Beda dengan sekarang, radiasi tidak ada halangan karena tidak ada awan, kemungkinan juga tidak ada angin," kata dia.
Meski begitu Kukuh tidak menepis perubahan lingkungan juga mulai mempengaruhi kondisi cuaca, baik lok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar